Showing posts with label Sejarah Perang Aceh. Show all posts
Showing posts with label Sejarah Perang Aceh. Show all posts

Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft

Sebuah  bus memasuki terminal Lhokseumawe pada suatu pagi buta sekitar tiga tahun lalu. Terminal masih sibuk. Warung kopi dan rumah makan masih buka. Agen tiket bus masih melayani belasan penumpang, yang hendak berangkat ke Banda Aceh atau Medan. Barisan becak mesin juga masih parkir depan terminal. Pengemudinya menunggu penumpang.

[+/-]Read More......

Sumpah Kerajaan Aceh (3)

Cucuku Keumalahayati, Untuk menghadapi ancaman Belanda yang kian nyata menyerang kedaulatan Aceh, Sulthan Alaiddin Mahmud Syah bersama kabinet perangnya terus mengadakan berbagai persiapan untuk menghadapi kemungkinan penyerangan Belanda tersebut.

Sultan mengemukakan ancaman Belanda tersebut kepada Majelis Mahkamah Rakyat yang beranggotakan 73 orang wakil rakyat. Hal ini sebagaimana tersirat dalam Kanun Meukuta Alam halaman 90-91, naskah lama bertulis tangan dengan huruf Arab.

[+/-]Read More......

Sumpah Kerajaan Aceh (2)

Cucuku Keumalahayati, setelah rapat kerajaan dan pengambilan sumpah dilakukan, seorang pria berbadan tegap dan kulit agak hitam, masuk ke aula pertemuan. Tak ramai yang mengenalnya, karena ia orang yang bekerja di dinas rahasia. Lelaki yang tampak klimis itu penampilannya agak berbeda dengan para pejabat kerajaan. Awalnya ia dikira salah seorang uleebalang dari satu wilayah di Aceh.

[+/-]Read More......

Sumpah Kerajaan Aceh (1)

Raja boleh berganti dan kabinetnya boleh dirombak, tapi keteguhan sikap Kerjaan Aceh terhadap Belanda tidak pernah berubah. Aceh benar-benar seperti karang yang kekar dihantam gelombang. Hempasannya boleh saja membasahi, tapi ombak itu akan pecah menjadi buih dan terseret kembali ke tempatnya, tanpa mampu mengoyahkan kekokohan karang.

Begitulah Aceh yang dulu bersikap damai dalam diplomasinya dengan Belanda, kini Belanda datang sebagai gelombang yang ingin menghempas

[+/-]Read More......

Ketegangan di Selat Malaka (2)

Cucuku Keumalahayati, ketegangan di laut itu juga pernah dialami Aceh di bagian barat selatan, ketika Kuala Batu digempur oleh angkatan laut Amerika. Ya.. Amerika negeri adi daya itu juga pernah berurusan dengan Aceh. Sejak tahun 1789, Aceh sudah menjalin hubungan dagang dengan Amerika Serikat. Kapal-kapal dari Amerika datang untuk memuat lada yang kemudia diangkut ke Amerika Serikat, Eropa dan Cina.

Saat itu, setiap tahun rempat-rempah dari Aceh diangkut oleh maskapai dagang Amerika sekitar 42.000 pikul setara dengan 3.000 ton. Namun Amerika tidak melakukannya di pelabuhan Aceh sebelah Selat Malaka, mereka melakukan kontak dagang di Pelabuhan Kuala Batu Susoh di sebelah barat selatan Aceh.

[+/-]Read More......

Ketegangan di Selat Malaka (1)

Cucuku Keumalahayati, setelah izin berkunjungmu ke Aceh habis. Dan kau kembali ke Belanda, negeri penjajah itu. Aku masih tak lelap tidur, sebelum semua yang ingin kau ketahui kuceritakan. Ini surat pertamaku untukmu setelah kau meninggalkan Aceh. Sampaikan salamku untuk Ummi Salamah, ibumu. Ucapkan terimakasihku karena selama Hasan hilang dari pendanganku, ibumu telah menjaganya sebagai istri yang baik, yang telah memberikanku dirimu sebagai cucu yang sangat kusayangi.

Keumalahayati, surat ini kutulis pas setelah aku selesai membacakan wirid yasin untuk almarhum ayahmu.

[+/-]Read More......

Lobi di Taman Haagsche Boch

Keumalahayati benar-benar menagih janjiku untuk bercerita lebih banyak padanya. Lusinan buku yang kuberikan tak cukup baginya untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di tanah moyangnya. Ia benar-benar cucuku yang sangat menyukai sejarah. Dan kali ini ia ingin mengetahui kebenaran sejarah bangsanya sendiri dari kakeknya sendiri.

Aku yang sudah terlanjur berjanji harus menepatinya. Namun, aku tak mau sepenggal-sepenggal. Aku ingin bercerita jauh sejak awal hingga akhir, sampai muncunya pengkhianatan yang meruntuhkan Aceh sebagai sebuah kerajaan.

[+/-]Read More......

Surat dari Den Haag (2)

Aku benar-benar membalas surat Keumalahayati. Meski masih diselimuti keraguan, aku berharap ia benar-benar cucuku. Dan ia memberi jawaban terhadap keraguan itu dengan mendatangiku ke Aceh. Hari ini aku harus menjemputnya di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar.

Lama juga aku duduk di terminal kedatangan bandara itu. Dalam suratnya kemarin Keumalahayati memberitahuku pesawatnya transit dulu di Singapura.

[+/-]Read More......

Surat dari Den Haag (1)

Pagi masih dhuha. Seorang pria mengetuk pintu rumahku. Ia seperti terhesa-gesa. Belum selesai kubuka pintu, kulihat ia merogoh isi tasnya. Sebuah amplop sebesar buku tulis berwarna krem disodornya padaku.
“Hebat. Sekarang kakek punya saudara di luar negeri,” katanya tanpa melihat ke wajahku. Ia masih sibuk membetulkan letak lusinan amplop dalam tasnya.

Aku benar-benar tercengang. Siapa gerangan yang mengirimkanku surat. Cucu-cucuku yang kuliah di luar kota tak pernah mengirimiku surat. Paling hanya telepon ke telepon genggam milik Asmimara tetanggaku, yang kemudian akan mengantarkannya padaku untuk bercakap-cakap dengan mereka.

[+/-]Read More......
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...